Minggu, 01 April 2012

Surprise night :) :*

Malam itu, 23 Juli 2010 pukul 21.00 WIB, Maria melangkah sendiri di tengah kegelapan malam. Hanya ditemani sinar rembulan yang redup, tak terlalu mampu menyinari kegelapan malam itu. Suasananya begitu mencekam. Tidak seperti biasa. Maria baru pulang dari kerja kelompok di rumah temannya. Tidak ada yang menjemput karena orang rumah pada sibuk menyiapkan arisan gak jelas untuk besok. “GILA !! masak arisan lebih penting dari pada gue,” pikir Maria. Dan mau tidak mau, Maria harus pulang jalan kaki sejauh 1 km dari rumah temannya. NASIB SIAL !!!
Maria melangkah perlahan, sesekali dia tengok ke belakang untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengikutinya. Ada sedikit rasa takut di benaknya, takut akan sesuatu yang sudah terjadi beberapa bulan yang lalu. Maria mulai membayangkan, mengingat-ingat apa yang pernah didengarnya beberapa bulan yang lalu. “Dulu, di jalan ini pernah terjadi kasus perampokan mbak. 5 orang merampok seorang cewek cantik bermobil. Tapi, tidak hanya dirampok, cewek itu juga diperkosa lalu dimutilasi. Sampai saat ini jasatnya belum ditemukan. Entah dimana perampok itu menyembunyikannya,” kata-kata pak Jarwo yang merupakan warga sekitar situ terngiang di telinga Maria.
DEG !!! Maria mulai ketakutan.
 Bagaimana kalau gue jadi cewek itu? Gue akan dirampok, diperkosa lalu dimutilasi. Nggak lucu banget deh. Tapi kan kalau itu terjadi, gue nggak perlu dengerin ocehan mama setiap kali gue pulang telat. Gue juga nggak perlu malu setiap kali jalan sama Rena karena dia lebih cantik daripada gue. Huh. Gue juga nggak perlu capek mikirin tugas-tugas sekolah yang ribet itu.Gue akan tenang di surga. Tapi,, kalau gue mati gue nggak bisa pacaran dong? Nggak bisa ke mall juga? Nggak bisa kejar-kejaran sama guru BK setiap kali gue melanggar peraturan? Ya ampun !!! nggak. Gue nggak boleh mati,” batin Maria.
Setelah debat dengan pikiran konyolnya, Maria menoleh ke belakang. Lagi-lagi rasa takut menyelimuti. Dia melihat sesuatu berwarna putih di dekat pohon Mangga di pinggir jalan. Maria mengalihkan pandangannya ke depan. Urat matanya tegang. Sekujur tubuhnya kaku. “Waduh, ada pocong nyasar nih kayaknya,” celetuk Maria.  Tanpa pikir panjang lagi, Maria segera melarikan diri.
“Waaaaaaahh tolooooonggg,” teriak maria sambil berlari.
100 meter kemudian Maria berhenti. Dia memegang lutut dengan nafas ngos-ngosan. Pandangannya kebawah, tidak pernah terfikir dia akan bertemu pocong nyasar. Tapi, ada rasa syukur di hatinya, karena pocong itu tidak nanya alamat ke Maria. Jadi apa gue kalau tiba-tiba pocong itu kreatif nanya alamat rumah gue, terus nyengir. Bisa sial tujuh turunan gue.
Huhhh… huhhh.. huhhh…. Nafas Maria masih ngos-ngos an.  Tapi kemudian, pandangannya tertuju pada sesuatu yang aneh di bawah kakinya. Apa itu? Maria juga tak mengerti. Dia angkat kakinya, dan TOENG !!!! sebuah Pisau kecil berada dibawah sepatu kets yang ia kenakan. Dia ambil pisau itu sambil celingak celinguk takut ada orang. Ada cairan warna merah di ujung pisau itu. Cairan apa ini?? Apa mungkin ada seseorang yang mengecat pisau? Tapi kenapa warnanya merah??? Maria berpikir keras. Kemudian dia mencium bau cairan itu. AMIS. Maria diam sejenak. Amis berarti…….. DARAH !!! Maria mulai ambil kesimpulan.
Heh???? Pisau ini berdarah?? Berarti…..
Maria kembali celingak celinguk. Dia tatap semua sudut di sekilingnya. “Bau darahnya masih segar, berarti pisau ini baru saja dipakai,” Maria menganalisis. YA TUHAN !! Apa lagi ini? Cukup sudah bertemu dengan pocong nyasar tadi. Apakah harus gue ketemu sama pembunuh amatiran yang ceroboh membuang pisaunya di jalan?? Oh GOD…. Wajah Maria mulai tegang.
Maria membuang pisau itu, dia menenangkan diri. Perlahan dia mulai melangkah ketakutan, tak mempedulikan apa yang sudah dipegangnya tadi. Tapi tiba-tiba…..
“ Hai cantik,” sapa cowok berteropong hitam yang tiba-tiba muncul di depannya.
Mati gue. Petaka apa lagi ini. Maria melangkah mundur.
“Kok mundur sih cantik?” sapa satu cowok lagi dari belakangnya. Lagi-lagi cowok itu berteropong.
Maria menoleh. Ya Ampun. Ada lagi makhluk tak diundang ini.
Cantik-cantik gak boleh gitu donk,” dan sekarang muncul tiga orang dari arah kanan dan kiri Maria. Semuanya berteropong.,
Maria mulai ketakutan. Dipegangnya erat-erat tas merah yang ia bawa. APA GUE HARUS MATI TUHAN? Maria pasrah.
5 orang berteropong itu mendekati Maria. Maria melangkah mundur. “Siapa kalian??” suara Maria gemetar. Seketika air matanya menetes. Mungkin karena terlalu takut.
Sementara orang-orang berteropong itu tetap melangkah mendekati Maria. Hingga Maria terjatuh. Dia menangis ketakutan. Posisinya sekarang bukan berdiri lagi tapi duduk sambil memegang tasnya erat-erat. Dia menunduk, dan orang-orang itu terus mendekati Maria.
“haha. Penakut lo,” ucap salah seorang berteropong itu. Maria menengadah.
TOET !!! Dia melihat Rena-kakaknya- sedang berdiri menertawakan dirinya. Teropong yang Rena kenakan masih nyangkut di dahinya.
“Rena???” maria kaget. “Kalo lo Rena berarti mereka….,”Maria menunjuk satu persatu dari orang-orang berteropong itu.
“Haha. Lihat saja tuh,” Rena tertawa puas. Diiringi dengan gerakan tangan dari orang-orang itu membuka topengnya.
“Papa? Ares? Pak Jo? Dan satu lagi Om Surya?” Maria memanggil satu-persatu dari orang-orang itu setelah mereka buka topeng mereka.
“Happy birthday to you, Happy birthday to you, Happy birthday happy birthday, Happy birthday to you,” mama Maria tiba-tiba muncul sambil membawa kue tart dengan lilin berbentuk angka 16.
“Mama?” Maria terkejut. Ada senyuman haru di bibirnya. “Jadi semua ini,, jadi semua ini hanya sandiwara kalian?” lanjutnya.
“Hahahahaha… pastinya,” jawab Ares, pujaan hati Maria.
“Dan kamu tau, pocong itu siapa?” Papa ikut berkomentar.
“Siapa pa?” maria penasaran
“Mukenah lo yang gue pinjem lalu gue letakkan di atas pohon. Hahaha,” Jawab Ares jujur.
“Ini semua idenya mas Ares non,” sahut Pak Jo_tukang kebun Maria.
Maria berkacak pinggang. Ditatapnya Ares dalam-dalam. “Areeeeeeeeesssss… AWAS LO,” Maria mengejar Ares yang sudah kabur lebih dulu setelah melihat reaksi Maria.
“Maaf sayang, nggak ada maksud,” jawab Ares memelas sambil terus berlari.
“Hahahahaha.. dasar cinta monyet,” celetuk Rena yang menyaksikan tingkah adiknya. Sementara Ares dan Maria masih tetap kejar-kejaran seperti kucing dan anjing.
END





Tidak ada komentar:

Posting Komentar